Kamis, 29 Januari 2009

Sinopsis Film "V For Vendetta"


" V FOR VENDETTA"







Remember… Remember the 5th of November…


Memangnya ada apa pada tanggal 5 November? Film ini bukan film cinta. Anda yang ingin mengharap kisah cinta klasik, siap-siap kecewa dibuatnya. Mungkin cinta di sini hanya bumbu penyedap rasa. Film ini tentang revolusi [I’m not talking about revolution, ketika seorang anak mendengar kata ‘revolusi’, ia menjadi takut dibuatnya- Robby Krieger], tentang kekerasan, darah yang tumpah di jalan, pemberontakan, kekacauan, dan berakhir pada bunuh-membunuh, kematian. V (Hugo Weaving), seorang pahlawan bertopeng, musisi pedang yang ahli seni bertarung merupakan korban penelitian pemerintah yang menewaskan 80.000 orang (petaka St. Mary). Dengan setting futuristic tapi klasik, film ini menggambarkan rezim totaliter Inggris (mirip rezim Soeharto, masa-masa ketika kita sering resah menanti hasil rapor) di bawah seorang Kanselir (setingkat perdana menteri) Inggris, Adam Chandler. Di sini kita bisa melihat kemahiran sinematografi almarhum Adrian Biddle. Selain itu, film ini juga padat kata dan sarat makna. [Karena selera film tiap orang berbeda dan gw bukan anak sinematografi, maka tulisan ini penuh muatan subjektif /sudut pandang orang pertama tunggal]

Dalam film itu, V sempat menyelamatkan Evey (Natalie Portman yang aduhai itu), sampai pada akhirnya ia (Evey) terlibat dalam pergerakan bawah tanah yang dicetus V. Di situ, V menjadi simbol perlawanan terhadap sistem birokratis pemerintahan yang korup, bobrok dan mapan. Demikian pula kita kerap menyalahkan penguasa, padahal rakyat yang diam (tutup mulut) dan mementingkan keselamatan diri sendiri juga bisa dipersalahkan. Di hadapan rezim penguasa, rakyat mengingkari suara hatinya, memilih tunduk agar selamat ketimbang mati akibat membangkang. Ada yang pernah menulis: “Jika kita menulusuri sejarah umat manusia yang panjang, kita akan banyak menemui kejahatan yang dilakukan atas nama ‘kepatuhan’ ketimbang ‘pembangkangan’.” Sampai pada akhirnya, V memboikot siaran televisi nasional (mirip TVRI yang letaknya beberapa km saja dari tempat kita mendikte) untuk ‘menyadarkan’ rakyat bahwasanya ‘ada yang salah dengan negeri ini’. Sejak itu V menjadi bom waktu yang siap diledakkan. Seni propagandanya berhasil memikat kondisi psikologis massa. Massa yang selama ini lapar dan merasa dibohongi. Selanjutnya, keciutan individu itu melebur dalam tekad kolektif yang bodoh, irrasional dan mudah terprovokasi. Destruksi.

Sedemikian rupa, hingga akhirnya Evey coba menjejaki asal usul V dan motivasinya.

Nah, rezim tersebut melakukan berbagai cara untuk tetap mempertahankan stabilitas negeri, akhirnya V pun diburu, sampai-sampai pemerintah pun memanipulasi pikiran rakyat melalui siaran berita. Demikian juga setiap lawan politik yang menentang perang, dan dianggap menentang pemerintah dieksekusi (mirip ‘petrus’ penembak misterius pada zaman OrBa). Kesalahan terbesar rezim ini adalah proyek senjata biologis, dan para pembangkang adalah kelinci percobaannya. Di luar dugaan, proyek tersebut menjadi epidemik yang mencemarkan kawasan penelitian, sekali lagi masaker tersebut coba ditutupi pemerintah sebagai virus antah berantah dan kesalahan tak sengaja. Dan kekuasaan itu bisa merekayasa sejarah. Demikianlah Inggris diambang suatu kekacauan yang kerap menandai transisi pemerintahan. Mereka yang menjadi ‘kultus kurban’ adalah orang banyak yang memakai topeng V sebagai simbol perlawanan. [Tetapi di film itu tidak ada tulisan “Ini Milik Pribumi”]
Pertikaian itu juga diwarnai dengan trik dan kongkalingkong sampai akhirnya V membunuh satu per satu Kanselir dan birokrat-birokrat pemerintah. Akhirnya, rakyat yang mengenakan topeng V menduduki gedung parlemen. Revolusi tersebut tidak berjalan menakutkan, memang. Tidak ada kematian lebih banyak. Bangunan monumental tersebut dihancurkan, menandai suatu harapan baru.

Beneath this mask, there is more than flesh
Beneath this mask, there is an idea…

V for Vendetta menengahkan bahwa suatu perubahan kadang menuntut pertumpahan darah dan kultus korban. Selalu saja ada yang menjadi korban di balik pertikaian, sampai tatanan benar-benar terwujud. Tetapi harapan itu masih ada, dan memang ‘keadilan’ tidak mudah seperti yang dibayangkan.

Tidak ada komentar: